Makruhtidur dalam posisi telungkup (perut sebagai tumpuan), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya cara berbaring seperti ini (telungkup) adalah cara berbaringnya penghuni neraka “. (HR Ibnu Majah) Demikian diantara amalan-amalan ringan yang bisa dilakukan oleh seorang muslim sebelum tidur. Doadi atas adalah doa Nabi Yunus bin Matta 'Alaihis Salam. Beliau diutus oleh Allah kepada penduduk Ninawa, yaitu satu daerah di negeri Mousul-Iraq. Beliau menyeru meraka kepada Allah. Tapi mereka menolak seruannya dan tetap berada di atas kekufurannya. Maka beliau pergi meninggalkan mereka dengan perasaan jengkel dan marah. Intinyadalam do’a Dzun Nuun ini ada tiga keistimewaan: 1. Pengakuan tauhid. 2. Pengakuan akan kekurangan diri. 3. Berisi permohonan ampun (istighfar) pada Allah. Sudah sepatutnya bagi setiap hamba yang mengalami kegelisahan dan kesedihan untuk banyak-banyak mengulang do’a ini dan menambahkan dalam setiap do’anya. Ibrahimtermasuk salah satu nabi ulul azmi di antara lima nabi di mana Allah SWT mengambil dari mereka satu perjanjian yang berat. Kelima nabi itu adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad saw—sesuai dengan urutan diutusnya mereka. Ibrahim adalah seorang nabi yang diuji oleh Allah SWT dengan ujian yang jelas. Itulahmakna firman Allah, “Lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya).”. Nabi Yunus diutus untuk mengajak sebuah penduduk negeri untuk mengesakan Allah, namun mereka menolak ajakannya. Menghadapi sikap umatnya itu, Yunus ‘alaihis salam kesal dan meninggalkan mereka dalam keadaan marah, serta tidak sabar ArtiLailaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minadhdhalimin Adalah, Doa Nabi Yunus AS - Halaman all. Arti Lailaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minadhdhalimin Adalah, Doa Nabi Yunus AS - Halaman all. Selasa, 7 Juni 2022; Cari. Network. Tribunnews.com; TribunnewsWiki.com; TribunStyle.com; TribunTravel.com; b0P3OwE. 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID u15DxIelU3jt7E5qGnh_uSI_pqd-HAB9UDS9svwntRxk7YG-MEjNMQ== Nabi Yunus sangat terkejut ketika mendapati dirinya dalam perut ikan. Ikan itu membawanya ke dasar lautan dan lautan membawanya ke kegelapan malam. Tiga kegelapan kegelapan di dalam perut ikan, kegelapan di dasar lautan, dan kegelapan malam. Nabi Yunus merasakan bahwa dirinya telah mati. Beliau mencoba menggerakan panca inderanya dan anggota tubuhnya masih bergerak. Kalau begitu, beliau masih hidup. Beliau terpenjara dalam tiga kegelapan. Yunus mulai menangis dan bertasbih kepada Allah. Beliau mulai melakukan perjalanan menuju Allah saat beliau terpenjara di dalam tiga kegelapan. Hatinya mulai bergerak untuk bertasbih kepada Allah, dan lisannya pun mulai mengikutinya. Beliau mengatakan “Tiada Tuhan selain Engkau ya Allah. Wahai Yang Maha Suci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri.” Ketika terpenjara di perut ikan, beliau tetap bertasbih kepada Allah SWT. Ikan itu sendiri tampak kelelahan saat harus berenang cukup jauh. Kemudian ikan itu tertidur di dasar lautan. Sementara itu, Nabi Yunus masih bertasbih kepada Allah SWT. Beliau tidak henti-hentinya bertasbih dan tidak henti-hentinya menangis. Beliau tidak makan, tidak minum, dan tidak bergerak. Beliau berpuasa dan berbuka dengan tasbih. Ikan- ikan yang lain dan tumbuh-tumbuhan dan semua makhluk yang hidup di dasar lautan mendengar tasbih Nabi Yunus. Tasbih itu berasal dari perut ikan paus ini. Kemudian semua makhluk-makhluk itu berkumpul di sekitar ikan paus itu dan mereka pun ikut bertasbih kepada Allah SWT. Setiap dari mereka bertasbih dengan caranya dan bahasanya sendiri. Ikan paus yang memakan Nabi Yunus itu terbangun dan mendengar suara-suara tasbih begitu riuh dan gemuruh. Ia menyaksikan di dasar lautan terjadi suatu perayaan besar yang dihadiri oleh ikan-ikan dan hewan- hewan lainya, bahkan batu-batuan dan pasir semuanya bertasbih kepada Allah SWT dan ia pun tidak ketinggalan ikut serta bersama mereka bertasbih kepada Allah SWT. Dan ia mulai menyadari bahwa ia sedang menelan seorang Nabi. Ikan paus itu merasakan ketakutan tetapi ia berkata dalam dirinya mengapa aku takut? Bukankah Allah SWT yang memerintahkan aku untuk memakannya. Nabi Yunus tetap tinggal di perut ikan selama beberapa waktu yang kita tidak mengetahui batasannya. Selama itu juga beliau selalu memenuhi hatinya dengan bertasbih kepada Allah SWT dan selalu menampakkan penyesalan dan menangis “Tiada Tuhan selain Engkau ya Allah Yang Maha Suci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri.” “ La ilaha illa anta subhaanaka inni kuntu minazzholimiin.” . Allah SWT melihat ketulusan taubat Nabi Yunus. Allah SWT mendengar tasbihnya di dalam perut ikan. Kemudian Allah SWT menurunkan perintah kepada ikan itu agar mengeluarkan Yunus ke permukaan laut dan membuangnya di suatu pulau yang ditentukan oleh Allah SWT. Ikan itu pun menaati perintah Ilahi. Tubuh Nabi Yunus merasakan kepanasan di perut ikan. Beliau tampak sakit, lalu matahari bersinar dan menyentuh badannya yang kepanasan itu. Beliau berteriak kerana tidak kuatnya menahan rasa sakit namun beliau mampu menahan diri dan kembali bertasbih. Kemudian Allah SWT menumbuhkan pohon Yaqthin, yaitu pohon yang daun-daunnya lebar yang dapat melindungi dari sinar matahari. Dan Allah SWT menyembuhkannya dan mengampuninya. Allah SWT memberitahunya bahwa kalau bukan kerana tasbih yang diucapkannya niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan sampai hari SWT berfirman “Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul. Ingatlah ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya ia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus orang atau lebih. Lalu mereka beriman, kerana itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.”QS. Ash-Shaffat, 37 139-148 “Dan ingatlah kisah Dzunnun Yunus, ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu mereka menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya menyulitkannya, maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah orang-orang yang zalim.’ Maka Kami telah memperkenankan do’anya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” QS. Al-Anbiya’, 21 87-88 Setelah Nabi Yunus berasa segar kembali maka Allah telah memerintahkannya supaya kembali ke Niwana. Nabi Yunus terkejut kerana penduduk sedang menanti kepulangannya. Penduduk tersebut meminta Nabi Yunus mengajar untuk menyempurnakan akidah dan imam mereka. Nabi Yunus berasa heran kerana penduduk Niwana dahulunya terdiri daripada orang yang ingkar dengan perintah Allah tetapi kini hidup dan mati mereka semata-mata kerana Allah. Kita sekarang ingin membahas masalah yang menurut ulama disebut sebagai do’sa Nabi Yunus. Apakah Nabi Yunus melakukan suatu dosa dalam pengertian yang hakiki, dan apakah para nabi memang berdosa? Jawabannya adalah Para nabi adalah orang-orang yang maksum tetapi kemaksuman ini tidak bererti bahwa mereka tidak melakukan sesuatu yang menurut Allah SWT itu pantas mendapatkan celaan hukuman. Jadi masalahnya agak relatif. Menurut orang-orang yang dekat dengan Allah SWT Kebaikkan orang-orang yang baik dianggap keburukaan bagi al-Muqarrabin orang-orang yang dekat dengan Allah SWT. Ini memang benar. Sekarang, marilah kita amati kasus Nabi Yunus. Beliau meninggalkan desanya yang banyak dipenuhi oleh orang-orang vang menentang. Seandainya ini dilakukan oleh orang biasa atau oleh orang yang saleh selain Nabi Yunus maka hal itu merupakan suatu kebaikan dan kerananya ia diberi pahala. Sebab, ia berusaha menyelamatkan agamanya dari kaum yang durhaka. Tetapi Nabi Yunus adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah SWT kepada mereka. Seharusnya ia menyampaikan da’wah di jalan Allah SWT dan ia tidak peduli dengan hasil dakwahnya. Tugas beliau hanya sekadar menyampaikan agama. Keluarnya beliau dari desa itu – dalam kacamata para nabi – adalah hal yang mengharuskan datangnya pelajaran dari Allah SWT dan hukuman- Nya padanya. Allah SWT memberikan suatu pelajaran kepada Yunus dalam hal da’wah di jalan-Nya. Allah SWT mengutusnya hanya untuk berda’wah. Inilah batasan da’wahnya dan beliau tidak perlu peduli dengan kaumnya yang tidak mengikutinya dan kerana itu beliau tidak harus menjadi sedih dan marah. Nabi Luth tetap tinggal di kaumnya meskipun selama bertahun- tahun berda’wah beliau tidak mendapati seorang pun beriman. Meskipun demikan, Nabi Luth tidak meninggalkan mereka. Ia tidak lari dari keluarganya dan dari desanya. Beliau tetap berda’wah di jalan Allah SWT sehingga datang perintah Allah SWT melalui para malaikat-Nya yang mengizinkan beliau untuk pergi. Saat itulah beliau pergi. Seandainya beliau pergi sebelumnya niscaya beliau akan mendapatkan siksaan seperti yang diterima oleh Nabi Yunus. Jadi, Nabi Yunus keluar tanpa izin. Lalu perhatikan apa yang terjadi pada kaumnya. Mereka telah beriman setelah keluarnya Nabi Yunus. Allah SWT berfirman “Dan mengapa tidak ada penduduk suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka kaum Yunus itu beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai waktu yang tertentu.” QS. Yunus, 10 98 Demikianlah, desa Nabi Yunus beriman. Seandainya ia tetap tinggal bersama mereka niscaya ia akan mengetahuinya dan hatinya menjadi tenang serta kemarahannya akan menjadi hilang. Tampaknya beliau tergesa-gesa dan tentu sikap tergesa-gesa ini berangkat dari keinginannya agar manusia beriman. Usaha Nabi Yunus untuk meninggalkan mereka adalah sebagai ungkapan kebenciannya kepada mereka atas ketidakimanan mereka. Maka Allah SWT menghukumnya dan mengajarinya bahwa tugas seorang nabi hanya menyampaikan agama. Seorang nabi tidak dibebani urusan keimanan manusia; seorang nabi tidak bertanggung jawab atas pengingkaran manusia; dan seorang nabi tidak dapat memberikan hidayah petunjuk kepada mereka Imam Abu Bakr al-Thurthusyi dalam kitab al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu mengatakan salah satu adab berdoa adalah mengesakan Allah. Kemudian ia mencontohkan doa Nabi Yunus alaihissalam dalam Al-Qur’an. Ia menulis ومن آدابه أن تبدأ بتوحيده، كما فعل ذو النون فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ناداه بالتوحيد، ثم نزهه عن النقائص والظلم بالتسبيح, ثم باء علي نفسه بالظلم, اعترافا واستحقاقا، قال الله سبحانه فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ “Sebagian dari adab doa adalah kau memulainya dengan mengesakan Allah seperti yang dilakukan Dzu Nun QS. Al-Anbiya 87 'Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap bahwa tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.' “Dzu Nun Yunus menyeru Allah dengan tauhid pengesaan, kemudian menyucikan-Nya dari segala kekurangan dan kezaliman dengan tasbih, lalu mengakui dirinya sendiri penuh kezaliman, dengan kesungguhan pengakuan dan perasaan pantas dihukum istihqâq. Allah subhanahu wata'ala, berfirman QS. Al-Anbiya’ 88 'Maka Kami kabulkan doanya dan Kami selamatkan ia dari kedukaan'.” Imam Abu Bakr al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002, h. 21 Dalam Surat Al-Anbiya ayat 87, Nabi Yunus menggunakan kalimat, “an lâ ilâha illa anta” bahwa tidak ada tuhan kecuali Engkau yang merupakan bentuk tauhid pengesaan kepada Allah dari sesembahan lainnya. Dilanjutkan dengan kalimat, “subhânaka” Maha Suci Engkau sebagai bentuk penyucian Allah dari segala sesuatu. Lalu kalimat, “innî kuntu minadh dhâlimîn” sesungguhnya aku termasuk golongan orang-orang yang zalim sebagai bentuk penghambaan kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa di saat berdoa seyogianya kita mentauhidkan Allah terlebih dahulu, lalu menyucikan-Nya dari segala sesuatu dan menzalimkan diri kita sendiri sebagai hamba yang penuh dosa, baru kemudian meminta tanpa henti. Karena itu, setelah Nabi Yunus alaihissalam terus meminta, Allah menjawab QS. Al-Anbiya’ 88 “fastajabnâ lahu wa najjaynâhu minal ghamm” maka Kami perkenankan/kabulkan doanya dan Kami selamatkan ia dari kedukaan. Untuk mengetahui lebih jauh, kita harus memahami terlebih dahulu runtutan kisah Nabi Yunus dalam surat Al-Anbiya’. Berikut runtutannya Dalam ayat yang dikutip Imam Abu Bakr al-Thurthusyi dalam penjelasannya, di depan ayat tersebut terdapat kalimat QS. Al-Anbiya’ 87 وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ “Dan ingatlah kisah Dzun Nun Yunus, ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya menyulitkannya.” Dalam Tafsîr al-Jalalain, maksud kata “mughâdliban” dalam keadaan marah adalah untuk kaumnya li qaumihi. Kemarahan ini disebabkan oleh perlakuan buruk kaumnya kepadanya hingga ia memilih pergi meninggalkan mereka, padahal Allah belum mengizinkannya wa lam yu’dzan lahu fî dzalik. Karena itu, Allah memutuskan untuk mempersempitnya dengan menahannya di dalam perut ikan paus naqdli mâ qadlaynâhu min habsihi fi bathnil khût aw nudlayyiq alaihi bi dzalik. Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Tafsîr al-Jalalain al-Muyassar, Beirut Maktabah Lubnan Nasyirun, 2003, h. 329. Setelah berada di perut ikan paus, Nabi Yunus merasakan susahnya tinggal dalam kegelapan, yang dalam Tafsîr al-Jalalain diterangkan dalam tiga bentuk, yaitu, “dhulmatul lail wa dhulmatul bahr wa dhulmat bathnil khût” kegelapan malam, kegelapan lautan, dan kegelapan perut ikan paus. Kemudian ia menyeru berdoa kepada Allah, “Bahwa tiada tuhan kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk golongan orang-orang yang zalim.” Kata “al-dhâlimîn” orang-orang yang zalim ditafsirkan sebagai, “fî dzahâbî min bain qaumî bilâ idznin” karena kepergianku dari kaumku tanpa izin. Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Tafsîr al-Jalalain al-Muyassar, 2003, h. 329 Dan Allah pun mengabulkan doa Nabi Yunus alaihissalam dengan mengatakan “maka Kami kabulkan doanya dan Kami selamatkan ia dari kedukaan.” Hikmah riwayat di atas adalah, bahwa berdoa bisa dilakukan dalam keadaan apa saja, dan dilakukan oleh siapa saja, meskipun oleh orang yang sering berbuat salah selama doa yang dipanjatkannya hanya kepada Allah. Dan yang tidak kalah penting, doa itu dilakukan berulang-ulang atau terus-menerus. Imam Abu Bakr al-Thurthusyi menyebutnya, “al-ilhâh fîd du’â” mendesak terus/pantang menyerah dalam doa. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda HR. Imam Abu Nu’aim والذي نفسي بيده إن العبد ليدعو الله وهو عليه غضبان، فيعرض عنه، ثم يدعوه فيعرض عنه، ثم يدعوه فيقول الله لملائكته أبي عبدي يدعو غيري، وقد استجبت له “Demi Dzat yang menguasai jiwaku, sesungguhnya ada seorang hamba yang berdoa kepada Allah, tapi Allah sedang murka kepadanya, maka Allah tidak mengindahkan doanya. Kemudian ia berdoa kepada Allah lagi, Allah tidak mengindahkan doanya kembali. Kemudian ia berdoa kepada Allah lagi, lalu Allah berkata kepada para malaikat-Nya “Hamba-Ku ini tidak mau berdoa kepada selain-Ku, maka Aku sungguh mengabulkan doanya.” Imam Abu Bakr al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, 2002, h. 21 Doa yang dilakukan terus-menerus memiliki kemungkinan pengabulan lebih tinggi dari doa yang sekedarnya saja, bahkan jika doa itu dilakukan oleh orang yang sedang Allah murkai. Namun, kita perlu pahami bahwa “murka” Allah bukanlah wilayah yang bisa diakses manusia. Artinya, kita tidak mungkin tahu siapa yang sedang Allah murkai. Kita tidak bisa mengatakan, “Allah murka kepada si A, si B, dan setersunya.” Itu hak mutlak Allah yang tidak bisa kita masuki. Daripada salah dalam prasangka buruk su’udhan, lebih baik salah dalam prasangka baik husnudhan. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa doa kepada Allah termasuk pernyataan keimanan seseorang hingga Allah mengatakan “Hamba-Ku ini tidak mau berdoa kepada selain-Ku, maka Aku sungguh mengabulkan doanya." Oleh sebab itu, kita jangan sampai lupa mengesakan Allah, menyucikan-Nya, dan menzalimkan diri kita sendiri ketika memohon sesuatu kepada-Nya berdoa. Kita juga jangan sampai lupa untuk terus-menerus berdoa kepada-Nya, memohon tanpa henti, karena semakin sering kita berdoa, semakin besar peluang doa kita terkabul. Wallahu a’lam bish shawwab. Muhammad Afiq Zahara, alumni PP. Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen

diantara doa nabi yunus as adalah beliau menyadari